Kadang kita merasa hidup makin cepat, tapi kepala makin
penuh. Badan capek, hati capek, dan pikiran nggak pernah berhenti bersuara.
Kita duduk sebentar, niatnya mau istirahat, tapi otak malah muter hal-hal yang
nggak pernah kita minta. Rasanya kayak hidup dengan tab browser kebanyakan,
semuanya terbuka, semuanya berisik, dan nggak ada satu pun yang benar-benar
penting.
Di tengah semua kebisingan itu, kita cuma ingin satu hal
sederhana: tenang. Tapi entah kenapa, generasi kita justru makin susah dapetin
itu. Overthinking jadi teman yang nggak diajak tapi nempel terus. Dan
pelan-pelan, kita mulai ngerasa capek karena perang paling besar justru terjadi
di dalam kepala.
Artikel ini dibikin supaya kamu ngerasa didengar. Bukan
teori tinggi, bukan nasihat yang ngawang. Ini obrolan pelan-pelan tentang apa
yang sebenarnya bikin pikiran kita berat, dan gimana kita bisa keluar dari
lingkarannya tanpa harus jadi orang baru dalam semalam.
Dunia yang Makin Bising Bikin Kita Gampang Tersesat
Sekarang coba pikir, dalam sehari berapa banyak hal yang
kamu lihat, kamu dengar, kamu baca? Informasi datang dari semua arah,
terus-menerus. Dan makin banyak kita lihat hidup orang lain, makin besar
tekanan yang muncul diam-diam. Kita jadi ngerasa harus ngejar, harus kaya
mereka, harus sebagus itu, harus secepat itu.
Di sinilah overthinking mulai tumbuh. Bukan karena kita
lemah, tapi karena informasi yang masuk terlalu banyak sementara kapasitas
kepala kita tetap sama. Kita nggak kekurangan kemampuan, kita cuma kelebihan
beban.
Kadang kita lupa, bahwa kejelasan bukan datang dari tahu
banyak hal tapi dari tahu mana yang penting buat diri sendiri. Seperti kata
Patrick Ness, "Too much information can starve us from clarity."
Dan itu yang sekarang banyak terjadi.
Kita Diajarin Kuat, Tapi Jarang Diajari Istirahat
Banyak dari kita tumbuh dengan pola pikir: tahan dulu, telan
dulu, kuat dulu. Kita belajar menyimpan emosi, bukan mengolahnya. Kita belajar
menyembunyikan lelah, bukan mengistirahatkannya. Kita belajar lanjut terus,
bahkan ketika hati mulai retak dan pikiran mulai kusut.
Masalahnya, sesuatu yang terus disimpan lama-lama numpuk.
Dan yang numpuk itu akhirnya muncul lewat overthinking. Pikiran yang nggak mau
berhenti itu sering kali bukan karena kita kurang kontrol, tapi karena kita
nggak pernah ngasih ruang buat diri sendiri.
Ada satu kalimat yang cocok banget untuk waktu-waktu seperti
itu: "Even the strongest people need time to recharge."
Kekuatan itu bukan berarti terus maju tanpa berhenti. Kadang justru berhenti
sebentar adalah bentuk kekuatan terbesar.
Terjebak dalam Lingkaran "Takut Salah"
Generasi kita hidup di era serba cepat. Semua orang
berlomba-lomba terlihat berhasil, dan itu bikin kita takut banget bikin
kesalahan. Kita takut langkah kita salah, takut keputusan kita keliru, takut
hasilnya mengecewakan diri sendiri dan orang lain.
Akhirnya, sebelum melakukan sesuatu, kita mikir dulu mikir
lagi mikir terus, sampai nggak jadi apa-apa. Kita butuh kepastian padahal hidup
nggak pernah janji hal itu. Padahal, seperti yang dibilang James Clear, "Progress
often starts when the fear of mistakes ends."
Kita nggak butuh jadi sempurna untuk bergerak. Kita cuma
butuh berani ambil langkah meski sedikit ragu. Karena stagnan justru lebih
menyakitkan daripada salah langkah.
Cara Lepas dari Pola Pikiran Buruk Tanpa Tekanan
Menghentikan overthinking bukan berarti paksa otak untuk
diam. Nggak bisa. Pikiran itu selalu bekerja. Yang bisa kita lakukan adalah
ngarahin energinya ke tempat yang lebih sehat. Dan itu dimulai dari hal-hal
kecil yang kelihatannya sepele, tapi dampaknya besar kalau dijalanin konsisten.
Sadari Polanya
Overthinking itu punya pola. Ada pemicu, ada waktu tertentu,
ada topik yang sering muncul. Begitu kamu sadar polanya, kamu lebih gampang
ngendalikannya. Kamu jadi tahu kapan harus berhenti sebelum pikiranmu makin
liar.
Fokus ke Hal yang Bisa Dikendalikan
Banyak hal yang kita pikirkan sebenarnya berada di luar
kuasa kita. Opini orang lain. Masa depan. Kemungkinan yang bahkan belum
terjadi. Daripada capek mikirin hal yang nggak bisa disentuh, lebih baik fokus
sama satu hal yang benar-benar bisa kamu lakukan sekarang.
Rem di Tengah Pikiran
Saat kepala mulai penuh, coba berhenti sebentar. Tarik napas
pelan. Sadari tubuhmu. Sadari ruangan tempat kamu duduk. Cara sederhana ini
membantu otak untuk kembali ke realitas, bukan tenggelam dalam skenario yang
belum tentu terjadi.
Bedakan Fakta dan Ketakutan
Tuliskan pikiranmu. Lihat mana yang fakta dan mana yang cuma
kekhawatiran. Biasanya, fakta jauh lebih sedikit daripada hal yang kamu takuti.
Ini bantu kamu melihat gambaran lebih jelas.
Beri Batas untuk Berpikir
Kita sering terjebak karena merasa ada jawaban pasti di
dalam pikiran. Padahal nggak selalu. Kasih batas waktu untuk mikir. Setelah
itu, cukup. Jalani apa yang bisa dijalani.
Seperti kata Dan Millman, "You don't have to control
your thoughts, just stop letting them control you." Kutipan yang
sederhana tapi tepat banget untuk menggambarkan inti dari perjalanan keluar
dari overthinking.
Memaafkan Diri Sendiri Adalah Kunci yang Sering Dilupakan
Banyak orang overthinking bukan karena masalahnya besar,
tapi karena mereka terlalu keras pada diri sendiri. Kita menyalahkan diri,
meremehkan diri, menekan diri. Kita merasa kurang, merasa tidak cukup, merasa
selalu salah.
Padahal kita manusia. Kita boleh bingung, boleh takut, boleh
nggak tahu harus apa. Dan itu bukan kelemahan. Itu justru tanda bahwa kita
sedang belajar.
Nayyirah Waheed pernah bilang, "Be softer with
yourself. You are doing the best you can." Dan itu yang sering kita
lupa. Kita nggak harus sempurna untuk layak istirahat. Kita cuma perlu jujur
bahwa kita sedang berusaha.
Pelan-Pelan Aja, Asal Terus Maju
Perjalanan keluar dari overthinking itu bukan garis lurus.
Ada hari di mana kamu ngerasa lebih ringan, ada hari di mana pikiran kembali
berat. Dan itu wajar. Yang penting bukan kecepatannya, tapi keberlanjutannya.
Kamu nggak harus bebas dari pikiran negatif selamanya. Kamu
cuma perlu belajar berdamai. Belajar memahami pola pikiranmu. Belajar mengambil
langkah meski kecil. Belajar berhenti menyiksa diri.
Karena di setiap langkah kecil itu, kamu lagi membangun
versi dirimu yang lebih tenang, lebih kuat, dan lebih mengerti dirinya sendiri.
Dan kalau suatu hari kamu jatuh lagi ke dalam lingkaran
overthinking, ingat satu hal: kamu bukan gagal. Kamu cuma manusia yang lagi
belajar memahami dirinya.
Pelan-pelan aja. Yang penting kamu nggak berhenti.




